Responding
Paper Agama Zoroaster
Paper ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Agama-agama Minor
Dosen
Pembimbing:
Hj.Siti Nadroh M.ag
Oleh
:
Ita Siti Nurhalimah
1110032100012
JURUSAN
PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
A.
Sejarah
dan Perkembangan
Agama Zoroaster diambil dari nama pendirinya yaitu Zarathustra
(660-583 SM). Agama itu mulanya tumbuh di wilayah Azarbaijan sebelah utara
Iran. Oleh karena beroleh tantangan dari bangsanya di wilayah tersebut, maka
Zarathustra berangkat menuju Balkh, ibukota wilayah Baktria di Asia Tengah. Di
depan balai penghadapan raja Kavi Vishtaspa, di dalam suatu dialog agama, ia
berhasil menundukkan kaum Majus, hingga sang Raja dan keluarga istana memeluk
agama Zoroaster dan mengumumkannya sebagai agama resmi di dalam wilayah
Baktria.
Raja-raja dari dinasti Achaemenids itu adalah penganut agama
Zoroaster sampai kepada Raja Darius III (336-331 SM). Pada masa raja inilah,
imperium Persi itu ditaklukkan oleh Alexander The Great (356-323 SM) dari
Macedonia dan kemudian berlangsung Hellenisasi secara intensif di seluruh
wilayah Iran.
Sejarah raja-raja Achaemenids itu semenjak pertumbuhan kekuasaannya
sampai pada masa tumbangnya terbagi atas tiga tahap, yaitu:
1)
Tahap
masa 600-550 SM, yaitu dalam masa 150 tahun merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan agama Zoroaster, terdiri atas raja Hystaspes, raja Cyrus I, dan
raja Cambyses I.
2)
Tahap
masa 550-486 SM, yaitu dalam masa 65 tahun merupakan masa perluasan kekuasaan
dan perluasan pengaruh agama Zoroaster, terdiri atas raja Cyrus II yang
digelari “the great” (550-530 SM), raja Cambyses II (530-521 SM) dan raja
Darius I (521-486 SM). Pada masa inilah penaklukan Babilonia, Assyria, Asia
Kecil, Palestina, dan peperangan terjadi terus menerus dengan penguasa-penguasa
semenanjung Grik dan dengan raja-raja Pharao dari tanah Mesir.
3)
Tahap
masa 486-331 SM, yaitu dalam masa 156 tahun merupakan masa sengketa yang terus
menerus dengan pihak Grik, terdiri atas raja Xerxes I (486-465 SM), raja
Artaxerxes I (465-424 SM), raja Xerxes II (424 SM), raja Darius II (424-404
SM), raja Artaxerxes II (404-358 SM), raja Artaxerxes III (358-338 SM), dan
raja Arses (338-336 SM), dan raja terakhir Darius III (336-331 SM). Pada masa
terakhir inilah Alexander The Great dari Macedonia dengan kesatuan kekuatan
Grik seluruhnya menaklukan Asia Kecil, Syria, Palestina, Mesir, dan seluruh
wilayah belahan timur sampai Asia Tengah dan anak benua India.
Di dalam wilayah yang luas itu berlangsung Hellenisasi, pemaksaan
kebudayaan Grik, mitologi Grik, beserta filsafat Grik, dan pada anak benua
India meninggalkan jejaknya pada seni pahat patung. Dengan berlangsungnya
Hellenisasi sekitar 5 abad waktunya dalam dunia Iran,di bawah dinasti Seleucids
(248-226 SM), dam dinasti Arsacids, maka bahwa Iran Tua lenyap dari pergaulan
sehari-hari dan digantikan oleh Pahlevi Tua, yaitu perpaduan bahasa Grik dengan
bahasa Iran.
Sementara itu, mitologi Grik yang memuja Dewa Zeus, yang
melambangkan dewata Matahari itu, beserta pemujaan dewa-dewa lainnya, lantas
diserap oleh masyarakat hingga agama Zoroaster yang asli dan yang menganut
monoteisme digantikan oleh aliran-aliran Mazdaism, Mithraism, dan Machaenism.
Aliran-aliran itu berkembang dan menjadi anutan rakyat umum dari
abad kea bad sampai kepada masa pertumbuhan dan perkembangan kekuasaan nasional
Iran kembali, yaitu dinasti Sassanids (226-641 M). Yang lebih berpengaruh di
antara aliran itu adalah Mazdaism yang lambat laun dikenal dengan Agama Majusi,
karena upacara-upacara kebaktian dilaksanakan melalui para pendeta kuil yang
dipanggilkan dengan kaum Majusi.
Pada tahun 641 M itu adalah masa pemerintahan Koshtu Yezdegird III
(634-641 M), kekuasaan Sassanids di tanah Iran itu ditumbangkan oleh kekuasaan
Islam, yakni pada masa pemerintahan Khalif Umar ibn Khattab (634-644 M).
Aliran-aliran yang tersebut diatas, merupakan perkembangan terakhir dari Agama
Zoroaster sepanjang sejarahnya yang dekat dua belas abad lamanya, lantas
terdesak oleh pengaruh agama Islam di tanah Iran.[1]
B.
Sejarah
Pendiri Agama
Sebelah utara tanah Iran, di dalam kota Azarbaijan, tinggal seorang
lelaki bernama Porushop Spitama, dari suku Spitama, bersama istrinya Dughdova
yang molek jelita dan masih berusia 15 tahun. Dewasa itu, lebih kurang pada
tahun 660 SM, Dughdova yang belum dijamah suaminya itu melahirkan seorang putra
dan diberi nama Zarathustra.
Kelahiran bayi itu konon telah dinubuatkan sejak 3000 tahun
sebelumnya, (SBE, 5:21, 47:31-34; 47:135-138). Ahura Mazda telah menitiskannya
ke dalam rahim seorang gadis yang masih perawan”, (SBE, 47:17-18) dari suatu
“nur abadi, yang terpadu di dalam rahim ibu Zarathustra” yang masih berusia 15
tahun itu. Peristiwa itu menimbulkan keheranan di dalam lingkungan keluarganya
dan dianggap perbuatan sihir (SBE, 47:18-20).
Zarathustra sewaktu masih kecil diceritakan sangat cerdas dan
tangkas bicara hingga teman-temannya amat menaruh segan kepadanya. Ketika
berusia 15 tahun, ia telah memperoleh costi (ikat pinggang) sebagai tanda lulus
pelajaran keagamaan. Tetapi ia tidak merasa puas dengan keyakinan dan upacara
keagamaan yang dipelajarinya itu. Menjelang usia 20 tahun, ia suka mengembara
kesana kemari sambil memberikan bantuan kepada orang-orang yang malang dan melarat.
Dalam usia 20 tahun, ia pun dikawinkan oleh ibu bapaknya dengan seorang gadis
yang bernama Havivi.
Masa 10 tahun berikutnya dijalaninya dengan kegelisahan di dalam
jiwanya. Ketika usia 30 tahun terjadilah titik balik yang menentukan. Pada
suatu hari, ia berkata kepada istrinya: “Saya akan pergi berkhalwat untuk
memperoleh ketentraman pikiran. Saya berharap akan dapat menemukan sumber
penderitaan di dunia ini”, dan ia pun pergi berkhalwat di dalam sebuah gua pada
Gunung Sabalan dan disitulah ia mendapat pencerahan dan ilham dari Ahura Mazda.
Diceritakan bahwa disitulah dia memperoleh jabatan kerasulannya
dengan turunnya sebuah ayat, (SBE, 31:10-11), berbunyi:
C.
Ajaran
dan Praktek Keagamaan
1)
Kitab
Suci
Kitab
suci dalam agama Zoroaster adalah Avesta, berasal dari akar kata Avistak, yang
berarti Bacaan. Sedangkan pengertian lanjutan dari Avesta itu bermakna
pengetahuan, sebagaimana Veda, kitab suci agama Brahma di India. Sebagaimana
Alkitab, yang merupakan himpunan kitab suci agama Yahudi itu terdiri atas 36 kitab,
yang oleh dunia Kristen disebut dengan Perjanjian Lama, maka kitab suci Avesta
itu dulunya terdiri atas 21 buah kitab. Tetapi kini hanya tinggal 5 buah kitab
saja, yaitu Yasna, Vispered, Vendibad, Yasht, dan Khorda Avesta.[2]
·
Kitab
Yasna
Berisi himpunan
nyanyian pujian untuk keperluan kebaktian yang terdiri dari 72 buah haiti
(pasal) dan semuanya terbagi atas tiga bagian:
1.
Bagian
Pengantar, yaitu pasal 1-27 tentang minuman suci yang disebut Hooma, yang
sebutan lengkapnya Hooma Yasht. Pasal 12 berisikan bunyi pengakuan keimanan dan
merupakan dokumen bernilai dalam sejarah peradaban.
2.
Gatha
adalah pasal 28-54 yang berisikan bimbingan dan tuntunan, wahyu terpanjang
kepada sang Nabi. Gatha itu terbagi kepada lima buah anak bagian, yaitu pasal
28-54, pasal 35-46, pasal 47-50, dan pasal 35-42 yang disebut haptan-haiti,
berisikan tujuh buah sisipan Yasna, nyanyian keagamaan. Gatha inilah yang
dipandang paling utama sekali di dalam keseluruhan kitab suci Avesta, karena
masih memperlihatkan ungkapan-ungkapan tua menuruti gaya bahasa Iran Tua.
3.
Apero
Yasno, adalah pasal 55-72 yang berisikan himpunan nyanyian pujaan terhadap
kodrat-kodrat gaib, terdiri atas:
a)
Sraosha
Yasht, pasal 57.
b)
Pujaan
terhadap api, pasal 62.
c)
Pujaan
terhadap air, pasal 63-69.
d)
Pujaan
terhadap kodrat-kodrat lainnya.
·
Kitab
Vispered
Bermakna
kodrat-kodrat terkemuka (Vispe ratave), berisikan pembahasan tentang
kodrat-kodrat gaib yang dipandang paling terkemuka dan kesemuanya itu tunduk
kepada Kodrat Tunggal Maha Bijaksana
(Ahura Mazda). Kitab ini pun berisikan himpunan nyanyian permohonan, dan
merupakan kitab kecil tentang kebaktian, terdiri atas 24 buah anak pasal. Isi
dan bentuknya mirip dengan Yasna dan merupakan kitab kebaktian tambahan.
·
Kitab
Vendidad
Berisikan
hukum-hukum agama yang terdiri atas 22 buah bab. Bermula dari kejadian alam
yang dualistic, dan kejadian manusia pertama bernama Yima. Kemudian, disusul
oleh 20 bab tentang kumpulan hukum-hukum agama dalam berbagai masalah. Seluruh
hukum-hukum yang termuat di dalam Kitab Vendidad itu berpangkal seluruhnya pada
sebuah doktrin yang paling pokok, yaitu: perang terhadap Angro Mainyu dan
seluruh kodrat-kodrat jahat, di dalam pelaksanaan kebaktian terhadap Ahura
Mazda.
·
Kitab
Yasht
Berisikan kumpulan nyanyian keagamaan kepada para Izad,
yaitu kodrat-kodrat gaib yang termulia, terdiri dari 21 buah nyanyian pujian,
merupakan kumpulan tambahan bagi kitab Yasna. Pasal 9-10 berisikan sajak
agamawi bermutu tinggi peninggalan Iran Tua, terpandang Yasht terbesar, kaya
dengan kisah-kisah keagamaan dan sejarah. Pasal-pasal lainnya berisikan
kisah-kisah penuh corak dan warna tentang ahuras dan daevas disertai
kisah-kisah yang berisi kiasan. Bab yang dipandang paling penting dari
seluruhnya adalah Yasht ke XIX berisikan kisah tentang nabi terbesar dari Iran,
Zarathustra, beserta ajarannya tentang akhir alam semesta dan tentang peradilan
terakhir dari Ahura Mazda.
·
Kitab
Khorda Avesta
Berisikan
kumpulan nyanyian agamawi berbentuk singkat, untuk digunakan oleh seluruh orang
beriman di kalangan awam, di dalam kebaktian sehari-hari.[3]
2)
Keyakinan
terhadap Ahura Mazda
Jadi, keimanan
yang paling pokok di dalam agama Zoroaster itu adalah pengakuan terhadap Ahura
Mazda, terhadap Kodrat Maha Tunggal dan Maha Bijaksana. Di dalam sebuah
nyanyian keagamaan yang termuat pada bagian Gatha di dalam kitab Yasna dijumpai
bait yang berbunyi:
From Him, that
world has emanated,
His guiding
spirit is the Holy Spirit.
(Dari Dia, alam
semesta berasal.
Rohnya yang
membimbing adalah Rohul kudus).[4]
3)
Keyakinan
terhadap Spenta Mainyu
Ahura
Mazda itu, selain menciptakan alam, juga menciptakan kodrat-kodrat rohani yang
dipanggil dengan Mainyu. Kodrat-kodrat rohani itu terbagi menjadi dua golongan:
Spenta Mainyu dan Angro Mainyu. Spenta Mainyu bermakna Mainyu yang baik, dan
Angro Mainyu bermakna Mainyu yang angkara.
Para
pengikut Spenta Mainyu dari lingkungan kodrat-kodrat rohani itu dipanggil
dengan ahuras, dan para pengikut Angro Mainyu dari lingkungan kodrat-kodrat
rohani itu dipanggil dengan daevas.
Spenta
Mainyu menempati kedudukan tertinggi dan termulia, terdiri atas enam kodrat
rohani, satu persatunya memegang fungsi khusus, yaitu: Vohu Manah, perlambang
ingatan yang baik dan menempati kedudukan sebagai utusan Ahura Mazda dan Asha,
perlambang ketertiban dan keadilan; dan Kshatra, perlambang kesucian dan
welas-asih; Haurvatat, perlambang kesentosaan dan kemakmuran; dan Ameretat,
perlambang keabadian. Keenam Spenta Mainyu itu disebut Amesha Spenta atau
Amshapands.
4)
Keyakinan
terhadap Angro Mainyu
Sebutan
daevas dijumpai 66 kali di dalam kitab suci Avesta pada bagian Gatha, yakni
bagian yang dipandang paling tertua dan masih memiliki ungkapan-ungkapan bahasa
Iran Tua. Sebutan Angro Mainyu, sebagai kodrat yang angkara murka, hanya
dijumpai dalam ayat-sisipan, yaitu di dalam Yasna, 45:2.
Hal
serupa itu berulang kali dinyatakan di dalam ayat-ayat lainnya di dalam kitab
suci Avesta itu. Akan tetapi, Zend-Avesta, yang berisikan penafsiran Avesta,
membuat ajaran Zarathustra yang monotheis berubah menjadi dualistik yang
menempatkan Angra Mainyu itu sebagai kodrat yang sama kedudukannya dengan Ahura
Mazda. Penglukisan tentang Hari Peradilan Terakhir itu di dalam kitab suci
Avesta memperlihatkan bahwa Angro Mainyu itu disamakan kedudukannya dengan
makhluk lainnya, dan harus mempertanggung-jawabkan segala tindakannya di
hadapan Ahura Mazda.[5]
5)
Ajaran
Pokok Agama Zoroaster
Ø Manusia
Bagi
agama Zoroaster peran manusia di dunia, yaitu bekerja sama dengan alam serta menjalani
kehidupan yang saleh dengan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik. Di
dunia, manusia memiliki kewajiban untuk hidup berumahtangga dengan memiliki
istri dan anak. Semakin banyak manusia, semakin baik karena akan semakin mudah
mengalahkan Ahriman.
Ø Etika
Inti
ajaran Adhurbadh bin Mahraspand adalah “Hiduplah dengan baik dan menjadi orang
yang berguna, berilah perhatian kepada sesama, laksanakan kewajiban-kewajiban
agama, garaplah tanah, hiduplah berkeluarga dan didiklah anak-anak sehingga
menjadi terpelajar. Ingatlah bahwa hidup di dunia ini adalah sebuah pendahuluan
bagi hidup di hari nanti. Dan roh orang yang meninggal akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dikerjakannya di dunia.”
Ø Peribadatan
waktu
ibadah orang-orang Iran zaman dulu adalah ketika matahari terbit, ketika tengah
hari, dan ketika matahari terbenam. Waktu yang tersebut akhir tampaknya
diperuntukkan bagi roh orang yang telah meninggal dunia. Zoroaster tampaknya memberikan dua tambahan
lagi, sehingga dia mewajibkan kepada para pengikutnya untuk beribadat lima kali
sehari. Tambahan pertama adalah waktu setengah siang seperti waktu Ashar dalam
agama Islam, yaitu pertengahan antara tengah hari dan waktu matahari terbenam.
Tambahan
baru lainnya adalah waktu tengah malam yang tenggang waktunya sampai saat
matahari terbit. Doa ini dipersembahkan kepada Sraosha, Tuhannya doa. Selama
waktu itu, ketika kekuatan kegelapan berada pada puncak yang paling kuat dan
mencari-cari mangsa para pengikut Zoroaster harus bangun, mengisi minyak dan
dupa pada tungku api dan memperkuat dunia kebaikan dengan doa-doa mereka.
Bentuk
dan isi sembahyang yang dikenal dari praktek yang ada adalah sebagai berikut:
pertama, orang yang melaksanakan sembahyang mempersiapkan diri dengan mencuci
wajah, tangan, dan kaki dari kotoran debu; kemudian melepas tali kawat suci dan
berdiri dengan tali dipegang dengan kedua tangannya di mukanya, tegak lurus di
hadapan penciptanya, matanya menatap simbol kebajikan, api. Kemudian dia berdoa
kepada Ahura Mazda, mengutuk Ahriman dengan memukul-mukul kawat dengan
penghinaan, memasang tali kawat lagi sambil berdoa. Keseluruhan pelaksanaan
hanya memakan waktu lima menit, tetapi pengulangan secara teratur merupakan
ibadah yang bernilai tinggi yang merupakan suatu disiplin yang terus menerus
serta suatu pengakuan yang teratur terhadap ajaran-ajaran dasar keimanan.
Di
samping kewajiban individu di atas, para pengikut Zoroaster masih memiliki
kewajiban bersama yaitu merayakan tujuh macam peringatan hari besar tahunan.
Waktu peringatan berbeda-beda: ada yang pertengahan musim semi, ada yang
pertengahan musim panas, dan ada yang pertengahan musim dingin. Perayaan ini
dirayakan dengan menghadiri upacara agama di pagi hari dan kemudian berkumpul
bersama di dalam kegembiraan dengan pesta makan bersama.
Upacara-upacara
khusus bagi kelahiran, menginjak usia pubertas, perkawinan, dan kematian juga
diajarkan di dalam agama Zoroaster.[6]
Ø Pengadilan Saat Kematian
Neraka di dalam agama Zoroaster bukan
merupakan tempat penyiksaan abadi. Neraka hanya bersifat sementara dan
merupakan tempat penyucian dari noda-noda dosa. Agama Zoroaster memberikan
penjelasan bahwa Tuhan adalah kawan manusia dan Dia tidak pernah membuat
manusia menderita. Semua kejelekan dan semua penderitaan berasal dari Ahriman.
Ø Hari Kebangkitan
.
Tuhan tidak mengutuk makhlukNya dengan siksaan abadi karena dosa-dosanya
bagaimanapun besarnya. Semua dosa akan dihukum dengan setimpal di dalam neraka
yang bersifat sementara. Neraka adalah tempat tinggal Ahriman dan
Syaitan-syaitan. Tuhan melunakkan keadilan dengan rasa belas kasihan. Dia tidak
mempunyai sifat yang kejam dan sama sekali tidak bisa murka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar