Sabtu, 23 Maret 2013

Agama Mesir Kuno




Agama Mesir Kuno
Ita Siti Nurhalimah
1110032100012


A.    Sejarah
Mesir Kuno adalah peradaban yang tumbuh subur dari hulu Sungai Nil sampai wilayah deltanya di Laut Tengah. Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia yaitu mencapai 6400 kilometer. Sungai Nil bersumber dari mata air di dataran tinggi Pegunungan Kilimanjaro di Afrika Timur. Ada empat Negara yang dilewati sungai Nil yaitu Uganda, Sudan, Ethiopia dan Mesir. Peradaban Mesir Kuno bertahan lebih dari 3000 tahun sehingga peradaban Mesir Kuno disebut sebagai peradaban kuno terlama di dunia, sekitar tahun 3300 SM sampai 30 SM.
Oleh karena hujan musiman di Afrika, setiap tahun aliran Sungai Nil membanjiri tepi sungai. Menurut mitos, air sungai yang mengalir terus tersebut adalah air mata Dewi Isis yang selalu sibuk menangis dan menyusuri sungai Nil untuk mencari jenazah puteranya yang gugur dalam pertempuran. Ketika luapan air menyusut, tanah tersebut menjadi subur karena humus yang dibawa oleh aliran sungai. Sama seperti di Mesopotamia, daratan sungai Nil juga membutuhkan pengelolaan yang cermat. Efek peristiwa alami ini memungkinkan orang Mesir Kuno mengembangkan suatu perekonomian yang berdasar pada hasil pertanian.
B.     Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Lembah Nil yang subur menghasilkan gandum, sayur-mayur, dan buah-buahan yang cukup. Masyarakat terbagi atas golongan-golongan, yaitu; Firaun dan keluarganya, bangsawan, pedagang dan usahawan, petani, pekerja dan budak. Di bawah firaun, terdapat bangsawan yang dapat turut mengecap kehidupan yang mewah. Di bawah bangsawan, terdapat golongan pedagang dan usahawan. Mereka berdiam di kota-kota dan dapat mengenyam pula hidup yang lebih baik. Sebaliknya, rakyat terbanyak yang terbagi atas tiga golongan, yaitu petani, pekerja, dan budak, hidup serba kekurangan. Petani-petani meskipun memiliki hasil-hasil tanaman, tetapi para pengumpul pajak memungut sebagian terbesar dari panen mereka. Pekerja-pekerja di kota-kota hidup miskin. Yang terburuk nasibnya ialah budak-budak yang harus bekerja keras untuk kaum firaun dan kaum bangsawan
C.    Perkembangan Politik
1.      Periode Dinasti Awal
Periode Dinasti Awal adalah puncak dari evolusi berlangsung budaya, agama dan politik, sulit untuk menentukan awal sebenarnya. Menurut tradisi Mesir Kuno, raja pertama yang memerintah atas seluruh Mesir adalah seorang pria yang bernama Menes. Dia dianggap sebagai raja pertama Dinasti Awal dan tradisi menunjukkan bahwa dialah yang menyatukan dua bagian Mesir, yaitu penyatuan Mesir Atas dan Mesir Bawah.
2.      Periode Kerajaan Tua (Old Kingdom)
Lahirnya kerajaan Mesir Tua setelah Menes berhasil mempersatukan Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Sebagai pemersatu, ia diberi gelar Nesutbiti dan digambarkan memakai mahkota kembar.
Kerajaan Mesir Tua disebut zaman Piramida, karena pada masa inilah dibangun piramida-piramida terkenal, misalnya piramida Saqqarah dari Firaun Joser. Piramida di Gizeh adalah makam Firaun Cheops, Chifren dan Menkawa.
3.      Periode Peralihan Pertama
Pada kira-kira tahun 2134-2040 SM yang digolongkan sebagai Periode Peralihan Pertama, kekuasaan para firaun mengalami penurunan. Runtuhnya kerajaan Mesir Tua disebabkan karena sejak tahun 2500 SM  pemerintahan mengalami kekacauan. Bangsa-bangsa dari luar misalnya dari Asia Kecil melancarkan serangan ke Mesir. Para bangsawan banyak yang melepaskan diri dan ingin berkuasa sendiri-sendiri. Akhirnya, terjadilah perpecahan antara Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Mungkin karena selama puluhan tahun aliran sungai Nil amat berkurang dan terjadi bencana lapar. Dan sekali lagi Mesir dibagi menjadi dua kerajaan.

4.      Periode Kerajaan Tengah (Middle Kingdom)
Kerajaan Mesir Tengah dikenal dengan tampilnya Sesotris III. Ia berhasil memulihkan persatuan dan membangun kembali Mesir. Tindakannya antara lain; membuka tanah pertanian, membangun proyek irigasi, pembuatan waduk dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan serta membuka hubungan dagang dengan Palestina, Syiria, dan pulau Kreta. Sesotris III juga berhasil memperluas wilayah ke selatan sampai Nubia (kini Ethiopia). Sejak tahun 1800 SM kerajaan Mesir Tengah diserbu dan ditaklukkan oleh bangsa Hyksos.

5.      Periode Peralihan Kedua
Kira-kira tahun 1640-1532 SM yang disebut Periode Peralihan Kedua, kekuasaan dialihkan ke beberapa raja lokal. Dan Mesir dijajah oleh orang Hyksos dari Timur Tengah. Pada akhir periode ini, Hyksos dikalahkan dan diusir oleh firaun Thebes. Sekali lagi Mesir menyatu.

6.      Periode Kerajaan Baru (New Kingdom)
Pada tahun 1532 SM Kerajaan Baru dimulai ketika raja pertama Dinasti ke-18, Ahmosis I, menyelesaikan pengusiran Hyksos dari Mesir, yang telah dimulai oleh saudaranya Kamose. Sepanjang Dinasti ke-18, orang Mesir mulai menggunakan istilah Firaun.
Dalam susunan pemerintahan di Mesir, Raja disebut Firaun. Ia menempati puncak kekuasaan yang dipegangnya secara mutlak. Ia juga dianggap sebagai dewa. Segala segi kehidupan di Mesir diatur dengan Firaun.
Banyak perluasan kerajaan dilakukan. Mesir di bawah Dinasti ke-18 mengawasi suatu area yang meluas ke selatan, ke tempat yang kini disebut Sudan, dan ke timur, ke wilayah Timur Tengah. Dinasti ke-19, Thutmosis I, berhasil menguasai Mesopotamia yang subur. Dinasti ke-20, Thutmosis III, merupakan raja terbesar di Mesir. Ia memerintah bersama istrinya, Hatshepsut. Batas wilayah kekuasaannya di timur sampai Syria, di selatan sampai Nubia, di barat sampai Lybia dan di utara sampai pulau Kreta dan Sicilia. Karena tindakannya tersebut, ia diberi gelar “Napoleon dari Mesir”. Thutmosis III juga dikenal karena memerintahkan pembangunan Kuil Karnak dan Luxor. Setelah pemerintahan Thutmosis III, maka pemerintahan dilanjutkan oleh Amenhotep IV, kaisar ini dikenal memperkenalkan kepercayaan yang bersifat Monotheis, yaitu hanya menyembah Dewa Aton (dewa matahari) yang merupakan roh dan tidak berbentuk. Dan pemerintahan terakhir dipimpin oleh Ramses II, ia dikenal membangun bangunan besar bernama Ramesseum dan Kuil serta makamnya di Abu simbel. Ia juga pernah memerintahkan penggalian sebuah terusan yang menghubungkan daerah sungai Nil dengan Laut Merah, namun belum berhasil.
 Tiap dinasti sebetulnya jarang puas dengan kekuasaan dan kekayaannya. Akibat kerakusan itu mereka mulai berperang dan memperluas wilayah. Bangsa-bangsa yang menempati wilayah selatan, utara, barat, dan timur dijajah, dirampas hartanya dan rakyatnya dipakai sebagai budak.

7.      Periode Peralihan Ketiga
Selama hampir tiga abad Mesir lumpuh tidak berdaya menghadapi serbuan-serbuan dari Asia, pada tahun 800 SM, Mesir terpaksa harus membayar upeti kepada raja-raja Assyiria. Selanjutnya, pada abad ke-6 SM, Mesir ditaklukkan oleh Persia.

8.      Periode Akhir
Kekuatan Mesir tidak disegani lagi oleh bangsa-bangsa lain. Bahkan Mesir berhasil dijajah dan dikuasai oleh beberapa bangsa; Nubia, Assyria, Persia, dan Yunani (Macedonia).
Tahun 332 SM, Raja Macedonia, Alexander Agung menaklukkan Mesir dan memasukannya ke dalam Kerajaan Hellenistiknya. Ketika Alexander meninggal tahun 332 SM, temannya, Jendral Ptolemeus menjadi gubernur Mesir. Pada 305 SM, ia menjadi raja Mesir, dengan begitu didirikanlah dinasti firaun Ptolemeus. Para penguasa Hellenistik memegang kekuasaan di Mesir selama hampir 300 tahun. Pada masa terakhir pemerintahan dinasti Ptolemeus, Mesir diperintah oleh seorang firaun perempuan, Cleopatra VII.

D.    Piramida Mesir, Mumi, dan Kepercayaan
Piramida adalah monumen yang terkenal di Mesir Kuno. Piramida telah dibangun oleh para raja Mesir pada zaman Kerajaan Tua dan Kerajaan Tengah sebagai simbol kerajaan yang megah. Piramida terdiri atas susunan batu raksasa (sampai 15.000 kg per batu) yang harus dibawa dari jauh. Pembangunan piramida memerlukan banyak tenaga (ahli bangunan, pemahat, pelukis, arsitek dan budak). Piramida yang paling besar adalah piramida Raja Khufu yang dikerjakan oleh 20.000 pekerja selama puluhan tahun. Piramida Khufu terbentuk dari 2 juta batu (masing-masing beratnya 15.000 kg). Piramida berfungsi sebagai kuburan raja Mesir yang sangat megah, mewah, mahal dan rumit secara ilmu arsitektur.
E.     Keyakinan bangsa Mesir Kuno
1.      Bangsa Mesir Kuno menyembah banyak dewa
Ketika Mesir terdiri dari 42 wilayah sebelum disatukan Mina, setiap wilayah memiliki dewa khusus yang disembah. Mereka mendirikan beberapa kuil dan membuat patung para dewa. Pada hari-hari besar, mereka berkerumun mengitari patung-patung itu. Ada daerah yang menyembah elang sebagai simbol kekuatan, ada juga yang memuja sapi sebagai simbol kebenaran dan kasih sayang. Keyakinan terhadap kebangkitan dan keabadian
Bangsa Mesir Kuno percaya bahwa manusia akan dibangkitkan kembali setelah kematian untuk hidup abadi. Ketika kematian menjemput, arwah seseorang akan naik ke langit berbentuk seperti burung. Jika jasadnya tetap utuh setelah dimakamkan, maka arwahnya akan kembali kepadanya. Jadi, dimata bangsa Mesir Kuno kematian bukanlah sebuah akhir, karena seseorang akan hidup kembali seperti semula. Keyakinan inilah yang membuat mereka memumikan jenazah seseorang. Demi menjaga keutuhannya. Inilah yang mendorong mereka mendorong mereka membangun piramida besar.
Kepercayaan bangsa Mesir bahwa ada hidup setelah kematian dibuktikan dengan “kunci kehidupan” (Ankh) yang  merupakan salib Fir’aun. Kunci kehidupan ini terdapat di makam-makam dan dinding–dinding kuil. Kunci kehidupan ini merupakan simbol kehidupan yang kekal, simbol paling suci dalam peradaban raja-raja Fir’aun.
2.      Keyakinan tentang penghitungan setelah kematian
Pengadilan orang mati dalam naskah Papyrus yang berasal dari Thebes yang mengacu pada tahun 1025 SM termaktub, dewa Anobis menimbang jantung si mayat dengan timbangan keadilan. Sementara Osiris sebagai dewa kematian berada disebelah kanan Anobis mengikuti persidangan. Karena itulah bangsa Mesir Kuno percaya bahwa arwah setelah mati akan dipersidangkan sesuai perbuatna yang dilakukan di dunia. Dengan begitu, orang baik akan diganjar pahala kebaikannya, dan orang jahat akan dihukum atas kejahatannya.
Persidangan tersebut terdiri dari 42 hakim yang mewakili beberapa wilayah Mesir yang dipimpin oleh dewa Osiris sebagai dewa kematian. Sementara itu, jantung si mayat diletakkan disalah satu siis timbangan dan disisi lainnya diletakkan bulu mewakili dewi Maat,, dewi kejujuran dan keadilan, sekaligus putri dewa Ra. Karena itu bila timbangannya ringan berarti seseorang itu suci yang akan ditempatkan surga, dan bila timbangannya berat berarti dia adalah pendosa yang akan digiring ke neraka.
Kepercayaan bangsa Mesir Kuno terhadap pahala dan siksa di akhirat adalah buah diutusnya sejumlah para nabi mereka, seperti nabi Ibrahim, Yusuf, Musa dan Harun. Dengan begitu, pengaruh tersebut yang mendorong mereka mencatat perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk.
3.      Keluhuran monotheisme
Hal ini nampak dalam hal kepercayaan keagamaan hasil ajaran Farao Achnaton esensi ajarannya merupakan kekuatan reaksi terhadap kepercayaan agama masyarakat dan raja yang telah berakar serta berkembang berabad-abad lamanya yakni pemujaan terhadap banyak dewa. Farao Achnaton memaksakan kepada rakyatnya untuk mengikuti ajaran monotheisme yaitu kepercayaan kepada satu dewa saja; dewa Aton; dewa matahari  terbit di ufuk timur.
Dari segi politik ajaran Achnaton berarti mematahkan kekuasaan pendeta dalam pemerintah sebab Achnaton adalah seorang raja yang membenci dewa Amon ikut serta dalam pemerintah. Bahkan kuil Amon di Memphis dan kuil-kuil lainnya dihilangkan, diganti dengan kuil Aton di Thebe, kota Achet. Kuil Aton ini terletak ditengah-tengah padang pasir dikelilingi dinding persegi panjang  tanpa atap di atasnya, di tengah-tengahnya dibangun suatu oblisk lambang pemujaan dewa Aton.
demikianlah gambaran umum kepercayaan Mesir Kuno terhadap dewa serta pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan hidup kegamaan mereka. Agar mereka tidak berlarut-larut dalam jurang kesesatan, tahayul-tahayul serta hurafat-hurafat, maka Allah segera mengutus Nabi Musa pada masa Farao Ramses II pada abad ke-13 SM. untuk meluruskan sistem kepercayaan mereka yang tidak benar itu.
Walaupun Farao Ramses II saat itu tidak mau mengikuti ajaran Nabi Musa, namun akhirnya ajaran Nabi Musa berdasarkan monotheisme mutlak dengan 10 perintahnya (Ten Commendements) dapat mendobrak polytheisme bangsa tersebut termasuk tradisi-tradisi kepercayaan paganistis (keberhalaan) mereka.
Akhirnya riwayat agama paganisme dan polytheisme Mesir Kuno mengalami kehancuran total bersama dengan runtuhnya kerajaan Farao pada abad ke-6 SM.

F.     Jenis-jenis dewa bangsa Mesir Kuno
Dewa yang paling tinggi ialah Ra (matahari waktu tengah hari). Dewa Ra dipandang sebagai dewa yang melahirkan dewa-dewa lainnya sehigga terdapat 9 orang dewa pokok, sebagai berikut:
1.      Dewa Ra: dewa matahariDewa Nut : dewa langit
2.      Dewa Geb : dewa bumi
3.      Dewa Su : dewa hawa
4.      Dewa Tefnit : dewa udara panas
5.      Dewa Oziris : dewa sungai nil
6.      Dewa Isis : dewa kesuburan
7.      Dewa Sit : dewa padang pasir
8.      Dewa Nefus : dewa kekeringan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar