Agama Mesir Kuno
Ita Siti Nurhalimah
1110032100012
A. Sejarah
Mesir Kuno adalah peradaban yang
tumbuh subur dari hulu Sungai Nil sampai wilayah deltanya di Laut Tengah.
Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia yaitu mencapai 6400 kilometer.
Sungai Nil bersumber dari mata air di dataran tinggi Pegunungan Kilimanjaro di
Afrika Timur. Ada empat Negara yang dilewati sungai Nil yaitu Uganda, Sudan,
Ethiopia dan Mesir. Peradaban Mesir Kuno bertahan lebih dari 3000 tahun
sehingga peradaban Mesir Kuno disebut sebagai peradaban kuno terlama di dunia,
sekitar tahun 3300 SM sampai 30 SM.
Oleh karena hujan musiman di
Afrika, setiap tahun aliran Sungai Nil membanjiri tepi sungai. Menurut mitos,
air sungai yang mengalir terus tersebut adalah air mata Dewi Isis yang selalu
sibuk menangis dan menyusuri sungai Nil untuk mencari jenazah puteranya yang
gugur dalam pertempuran. Ketika luapan air menyusut, tanah tersebut menjadi
subur karena humus yang dibawa oleh aliran sungai. Sama seperti di Mesopotamia,
daratan sungai Nil juga membutuhkan pengelolaan yang cermat. Efek peristiwa
alami ini memungkinkan orang Mesir Kuno mengembangkan suatu perekonomian yang
berdasar pada hasil pertanian.
B. Kehidupan
Sosial dan Ekonomi
Lembah
Nil yang subur menghasilkan gandum, sayur-mayur, dan buah-buahan yang cukup.
Masyarakat terbagi atas golongan-golongan, yaitu; Firaun dan keluarganya,
bangsawan, pedagang dan usahawan, petani, pekerja dan budak. Di bawah firaun,
terdapat bangsawan yang dapat turut mengecap kehidupan yang mewah. Di bawah bangsawan,
terdapat golongan pedagang dan usahawan. Mereka berdiam di kota-kota dan dapat
mengenyam pula hidup yang lebih baik. Sebaliknya, rakyat terbanyak yang terbagi
atas tiga golongan, yaitu petani, pekerja, dan budak, hidup serba kekurangan.
Petani-petani meskipun memiliki hasil-hasil tanaman, tetapi para pengumpul
pajak memungut sebagian terbesar dari panen mereka. Pekerja-pekerja di
kota-kota hidup miskin. Yang terburuk nasibnya ialah budak-budak yang harus
bekerja keras untuk kaum firaun dan kaum bangsawan
C. Perkembangan
Politik
1. Periode
Dinasti Awal
Periode
Dinasti Awal adalah puncak dari evolusi berlangsung budaya, agama dan politik,
sulit untuk menentukan awal sebenarnya. Menurut tradisi Mesir Kuno, raja
pertama yang memerintah atas seluruh Mesir adalah seorang pria yang bernama
Menes. Dia dianggap sebagai raja pertama Dinasti Awal dan tradisi menunjukkan
bahwa dialah yang menyatukan dua bagian Mesir, yaitu penyatuan Mesir Atas dan
Mesir Bawah.
2. Periode
Kerajaan Tua (Old Kingdom)
Lahirnya
kerajaan Mesir Tua setelah Menes berhasil mempersatukan Mesir Hulu dan Mesir
Hilir. Sebagai pemersatu, ia diberi gelar Nesutbiti dan digambarkan memakai
mahkota kembar.
Kerajaan
Mesir Tua disebut zaman Piramida, karena pada masa inilah dibangun
piramida-piramida terkenal, misalnya piramida Saqqarah dari Firaun Joser.
Piramida di Gizeh adalah makam Firaun Cheops, Chifren dan Menkawa.
3. Periode
Peralihan Pertama
Pada
kira-kira tahun 2134-2040 SM yang digolongkan sebagai Periode Peralihan
Pertama, kekuasaan para firaun mengalami penurunan. Runtuhnya kerajaan Mesir
Tua disebabkan karena sejak tahun 2500 SM
pemerintahan mengalami kekacauan. Bangsa-bangsa dari luar misalnya dari
Asia Kecil melancarkan serangan ke Mesir. Para bangsawan banyak yang melepaskan
diri dan ingin berkuasa sendiri-sendiri. Akhirnya, terjadilah perpecahan antara
Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Mungkin karena selama puluhan tahun aliran sungai
Nil amat berkurang dan terjadi bencana lapar. Dan sekali lagi Mesir dibagi
menjadi dua kerajaan.
4. Periode
Kerajaan Tengah (Middle Kingdom)
Kerajaan
Mesir Tengah dikenal dengan tampilnya Sesotris III. Ia berhasil memulihkan
persatuan dan membangun kembali Mesir. Tindakannya antara lain; membuka tanah
pertanian, membangun proyek irigasi, pembuatan waduk dan lain-lain. Ia
meningkatkan perdagangan serta membuka hubungan dagang dengan Palestina,
Syiria, dan pulau Kreta. Sesotris III juga berhasil memperluas wilayah ke
selatan sampai Nubia (kini Ethiopia). Sejak tahun 1800 SM kerajaan Mesir Tengah
diserbu dan ditaklukkan oleh bangsa Hyksos.
5. Periode
Peralihan Kedua
Kira-kira
tahun 1640-1532 SM yang disebut Periode Peralihan Kedua, kekuasaan dialihkan ke
beberapa raja lokal. Dan Mesir dijajah oleh orang Hyksos dari Timur Tengah.
Pada akhir periode ini, Hyksos dikalahkan dan diusir oleh firaun Thebes. Sekali
lagi Mesir menyatu.
6. Periode
Kerajaan Baru (New Kingdom)
Pada
tahun 1532 SM Kerajaan Baru dimulai ketika raja pertama Dinasti ke-18, Ahmosis
I, menyelesaikan pengusiran Hyksos dari Mesir, yang telah dimulai oleh
saudaranya Kamose. Sepanjang Dinasti ke-18, orang Mesir mulai menggunakan
istilah Firaun.
Dalam
susunan pemerintahan di Mesir, Raja disebut Firaun. Ia menempati puncak
kekuasaan yang dipegangnya secara mutlak. Ia juga dianggap sebagai dewa. Segala
segi kehidupan di Mesir diatur dengan Firaun.
Banyak
perluasan kerajaan dilakukan. Mesir di bawah Dinasti ke-18 mengawasi suatu area
yang meluas ke selatan, ke tempat yang kini disebut Sudan, dan ke timur, ke
wilayah Timur Tengah. Dinasti ke-19, Thutmosis I, berhasil menguasai
Mesopotamia yang subur. Dinasti ke-20, Thutmosis III, merupakan raja terbesar
di Mesir. Ia memerintah bersama istrinya, Hatshepsut. Batas wilayah
kekuasaannya di timur sampai Syria, di selatan sampai Nubia, di barat sampai
Lybia dan di utara sampai pulau Kreta dan Sicilia. Karena tindakannya tersebut,
ia diberi gelar “Napoleon dari Mesir”. Thutmosis III juga dikenal karena
memerintahkan pembangunan Kuil Karnak dan Luxor. Setelah pemerintahan Thutmosis
III, maka pemerintahan dilanjutkan oleh Amenhotep IV, kaisar ini dikenal
memperkenalkan kepercayaan yang bersifat Monotheis, yaitu hanya menyembah Dewa
Aton (dewa matahari) yang merupakan roh dan tidak berbentuk. Dan pemerintahan
terakhir dipimpin oleh Ramses II, ia dikenal membangun bangunan besar bernama
Ramesseum dan Kuil serta makamnya di Abu simbel. Ia juga pernah memerintahkan
penggalian sebuah terusan yang menghubungkan daerah sungai Nil dengan Laut
Merah, namun belum berhasil.
Tiap dinasti sebetulnya jarang puas dengan
kekuasaan dan kekayaannya. Akibat kerakusan itu mereka mulai berperang dan
memperluas wilayah. Bangsa-bangsa yang menempati wilayah selatan, utara, barat,
dan timur dijajah, dirampas hartanya dan rakyatnya dipakai sebagai budak.
7. Periode
Peralihan Ketiga
Selama
hampir tiga abad Mesir lumpuh tidak berdaya menghadapi serbuan-serbuan dari Asia,
pada tahun 800 SM, Mesir terpaksa harus membayar upeti kepada raja-raja
Assyiria. Selanjutnya, pada abad ke-6 SM, Mesir ditaklukkan oleh Persia.
8. Periode
Akhir
Kekuatan
Mesir tidak disegani lagi oleh bangsa-bangsa lain. Bahkan Mesir berhasil
dijajah dan dikuasai oleh beberapa bangsa; Nubia, Assyria, Persia, dan Yunani
(Macedonia).
Tahun
332 SM, Raja Macedonia, Alexander Agung menaklukkan Mesir dan memasukannya ke
dalam Kerajaan Hellenistiknya. Ketika Alexander meninggal tahun 332 SM,
temannya, Jendral Ptolemeus menjadi gubernur Mesir. Pada 305 SM, ia menjadi
raja Mesir, dengan begitu didirikanlah dinasti firaun Ptolemeus. Para penguasa
Hellenistik memegang kekuasaan di Mesir selama hampir 300 tahun. Pada masa
terakhir pemerintahan dinasti Ptolemeus, Mesir diperintah oleh seorang firaun
perempuan, Cleopatra VII.
D.
Piramida Mesir, Mumi,
dan Kepercayaan
Piramida adalah monumen yang
terkenal di Mesir Kuno. Piramida telah dibangun oleh para raja Mesir pada zaman
Kerajaan Tua dan Kerajaan Tengah sebagai
simbol kerajaan yang megah. Piramida terdiri atas
susunan batu raksasa
(sampai 15.000 kg per batu) yang harus
dibawa dari jauh. Pembangunan piramida
memerlukan banyak tenaga (ahli
bangunan, pemahat, pelukis, arsitek
dan budak). Piramida yang paling
besar adalah piramida Raja Khufu yang
dikerjakan oleh 20.000
pekerja selama
puluhan tahun. Piramida Khufu terbentuk
dari 2 juta batu (masing-masing beratnya 15.000 kg). Piramida berfungsi sebagai
kuburan raja Mesir yang sangat megah, mewah, mahal dan rumit secara
ilmu arsitektur.
E.
Keyakinan
bangsa Mesir Kuno
1.
Bangsa Mesir Kuno
menyembah banyak dewa
Ketika Mesir terdiri dari 42 wilayah sebelum disatukan
Mina, setiap wilayah memiliki dewa khusus yang disembah. Mereka mendirikan
beberapa kuil dan membuat patung para dewa. Pada hari-hari besar, mereka
berkerumun mengitari patung-patung itu. Ada daerah yang menyembah elang sebagai
simbol kekuatan, ada juga yang memuja sapi sebagai simbol kebenaran dan kasih
sayang. Keyakinan terhadap kebangkitan dan keabadian
Bangsa Mesir Kuno percaya bahwa manusia akan dibangkitkan
kembali setelah kematian untuk hidup abadi. Ketika kematian menjemput, arwah
seseorang akan naik ke langit berbentuk seperti burung. Jika jasadnya tetap
utuh setelah dimakamkan, maka arwahnya akan kembali kepadanya. Jadi, dimata
bangsa Mesir Kuno kematian bukanlah sebuah akhir, karena seseorang akan hidup
kembali seperti semula. Keyakinan inilah yang membuat mereka memumikan jenazah
seseorang. Demi menjaga keutuhannya. Inilah yang mendorong mereka mendorong mereka
membangun piramida besar.
Kepercayaan bangsa Mesir bahwa ada hidup setelah kematian
dibuktikan dengan “kunci kehidupan” (Ankh) yang
merupakan salib Fir’aun. Kunci kehidupan ini terdapat di makam-makam dan
dinding–dinding kuil. Kunci kehidupan ini merupakan simbol kehidupan yang
kekal, simbol paling suci dalam peradaban raja-raja Fir’aun.
2.
Keyakinan tentang
penghitungan setelah kematian
Pengadilan orang mati dalam naskah Papyrus yang berasal
dari Thebes yang mengacu pada tahun 1025 SM termaktub, dewa Anobis menimbang
jantung si mayat dengan timbangan keadilan. Sementara Osiris sebagai dewa
kematian berada disebelah kanan Anobis mengikuti persidangan. Karena itulah
bangsa Mesir Kuno percaya bahwa arwah setelah mati akan dipersidangkan sesuai
perbuatna yang dilakukan di dunia. Dengan begitu, orang baik akan diganjar
pahala kebaikannya, dan orang jahat akan dihukum atas kejahatannya.
Persidangan tersebut terdiri dari 42 hakim yang mewakili
beberapa wilayah Mesir yang dipimpin oleh dewa Osiris sebagai dewa kematian.
Sementara itu, jantung si mayat diletakkan disalah satu siis timbangan dan
disisi lainnya diletakkan bulu mewakili dewi Maat,, dewi kejujuran dan
keadilan, sekaligus putri dewa Ra. Karena itu bila timbangannya ringan berarti
seseorang itu suci yang akan ditempatkan surga, dan bila timbangannya berat
berarti dia adalah pendosa yang akan digiring ke neraka.
Kepercayaan bangsa Mesir Kuno terhadap pahala dan siksa
di akhirat adalah buah diutusnya sejumlah para nabi mereka, seperti nabi
Ibrahim, Yusuf, Musa dan Harun. Dengan begitu, pengaruh tersebut yang mendorong
mereka mencatat perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk.
3.
Keluhuran
monotheisme
Hal ini nampak dalam hal
kepercayaan keagamaan hasil ajaran Farao Achnaton esensi ajarannya merupakan
kekuatan reaksi terhadap kepercayaan agama masyarakat dan raja yang telah
berakar serta berkembang berabad-abad lamanya yakni pemujaan terhadap banyak
dewa. Farao Achnaton memaksakan kepada rakyatnya untuk mengikuti ajaran
monotheisme yaitu kepercayaan kepada satu dewa saja; dewa Aton; dewa
matahari terbit di ufuk timur.
Dari segi politik ajaran
Achnaton berarti mematahkan kekuasaan pendeta dalam pemerintah sebab Achnaton
adalah seorang raja yang membenci dewa Amon ikut serta dalam pemerintah. Bahkan
kuil Amon di Memphis dan kuil-kuil lainnya dihilangkan, diganti dengan kuil
Aton di Thebe, kota Achet. Kuil Aton ini terletak ditengah-tengah padang pasir
dikelilingi dinding persegi panjang
tanpa atap di atasnya, di tengah-tengahnya dibangun suatu oblisk lambang
pemujaan dewa Aton.
demikianlah gambaran umum kepercayaan Mesir Kuno terhadap
dewa serta pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan
hidup kegamaan mereka. Agar mereka tidak berlarut-larut dalam jurang kesesatan,
tahayul-tahayul serta hurafat-hurafat, maka Allah segera mengutus Nabi Musa
pada masa Farao Ramses II pada abad ke-13 SM. untuk meluruskan sistem
kepercayaan mereka yang tidak benar itu.
Walaupun Farao Ramses II saat
itu tidak mau mengikuti ajaran Nabi Musa, namun akhirnya ajaran Nabi Musa
berdasarkan monotheisme mutlak dengan 10 perintahnya (Ten Commendements) dapat
mendobrak polytheisme bangsa tersebut termasuk tradisi-tradisi kepercayaan
paganistis (keberhalaan) mereka.
Akhirnya riwayat agama
paganisme dan polytheisme Mesir Kuno mengalami kehancuran total bersama dengan
runtuhnya kerajaan Farao pada abad ke-6 SM.
F.
Jenis-jenis
dewa bangsa Mesir Kuno
Dewa yang paling
tinggi ialah Ra (matahari waktu tengah hari). Dewa Ra dipandang sebagai dewa
yang melahirkan dewa-dewa lainnya sehigga terdapat 9 orang dewa pokok, sebagai
berikut:
1.
Dewa Ra: dewa
matahariDewa Nut : dewa langit
2.
Dewa Geb : dewa
bumi
3.
Dewa Su : dewa hawa
4.
Dewa Tefnit : dewa
udara panas
5.
Dewa Oziris : dewa
sungai nil
6.
Dewa Isis : dewa
kesuburan
7.
Dewa Sit : dewa
padang pasir
8.
Dewa Nefus : dewa
kekeringan